31 March, 2009

Ganti Pengacara / Advokat

[ T ] 1 Pebruari 2007
Klien yang berkeinginan mengganti pengacara yang mewakili kasusnya dengan pengacara lain di tengah2 / sewaktu proses perkara sedang disidangkan di PN, apakah klien tsb berhak tidak membayar penuh biaya pengacara yang lama karena pengacara tsb dinilai tidak mampu menangani kasus yg ada & hanya dibayar uang mukanya saja ?

[ J ] - RGS :
Hubungan klien dengan pengacara adalah hubungan perjanjian pemberian jasa, dimana klien disini berkedudukan selaku pengguna jasa [atau bisa juga disebut sebagai konsumen] dan pengacara disini sebagai penyedia jasa [atau bisa disebut juga produsen].
Hubungan perjanjian ini untuk bisa diakhiri seketika atau tidak-kah? harus dilihat dari perjanjian awalnya, apakah hal ini sudah disepakati sebelumnya atau tidak. Juga mengenai pembayaran honorarium Pengacara itu sendiri, sudah bisa diketahui sejak perjanjian pemberian kuasa itu ditandatangani.
Namun, dalam praktek jarang terjadi pemutusan hubungan kuasa itu ditengah-tengah persidangan pada tingkat pertama [PN]. Kalaupun hal ini terjadi, berarti ada suatu pelayanan jasa hukum yang sangat buruk, sehingga klien dengan terpaksa harus mengganti pengacara pada saat proses persidangan berlangsung. Pelayanan jasa hukum yang buruk, misalkan karena adanya pelanggaran kode etik profesi sehingga kepentingan klien dirugikan => dengan konsekuensi bisa dilaporkan kepada organisasi profesi, yang tentunya klien harus memahami terlebih dahulu apakah itu isi dari kode etik profesi yang telah dilanggar oleh seorang Advokat.
Biasa dalam praktek kami [RGS] apabila terjadi pemutusan hubungan kuasa ditengah penanganan perkara berlangsung, klien harus melunasi seluruh honorarium Advokat/Pengacara yang sudah disepakati sejak awal, termaksud melunasi biaya-biaya operasional penanganan perkara [apabila ada], namun hal ini sudah difahami sejak awalnya ketika klien menandatangani surat kuasa atau-pun konfirmasi pemberian honorarium Advokat.

Bank tidak diperkenankan membuka info simpanan & hutang

27 Maret 2007
T : Apakah pihak bank berhak & diperbolehkan membuka info tentang jumlah simpanan & utang nasabah A kpd pihak lain ( termasuk kpd saudara kandungnya A dimana pihak lain tsb punya inisiatif membayar utang A kpd bank karena bila hal ini diperbolehkan bukankah banyak pihak yg asetnya mau disita bank karena terlambat membayar sehingga menyewa pengacara supaya bank memberi kelonggaran justru malah batal sewa pengacara karena permasalahan tsb bisa diselesaikan oleh pihak lain semisal oleh notaris maupun lembaga mediasi ?

RGS : Bank pada prinsipnya tidak diperkenankan untuk membuka rahasia nasabah [penyimpan] dimana pengertian Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya [Pasal 1 ayat 28 UU No.10 Tahun 1998] dimana pada pasal 40 kembali ditegaskan bahwa
ayat 1 : Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A.
ayat 2 : Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.
Namun pengecualian terhadap ketentuan pasal 40 ini hanya diperkenankan jika memperoleh Izin dari Menteri Keuangan, Kepala BPLN & Pimpinan Bank Indonesia
Masalah kelonggaran pembayaran dari seorang debitur kepada Bank, tidak ada kewajiban atau keharusan untuk menggunakan jasa Advokat atau bersifat relatif.

Jual-Beli Mobil Tidak Perlu Akta Notaris

From: R_Rifky Alhariry
To: Notaris_Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Tuesday, January 08, 2008 1:54 PM
Subject : Mau tanya dari saya yang awam tentang hukum.

Baru-baru ini kami menjual dua mobil dengan nilai sekitar Rp. 62 Juta. Kemudian kami membuatkan perjanjian jual beli mobil yang telah ditanda tangani oleh kedua belah pihak. Pertanyaan saya perlukah perjanjian itu dibuatkan akta notarisnya. Ada teman yang memberi saran tidak perlu dibuatkan akta notaris, tapi perjanjian itu cukup dilegalisir/didaftarkan ke notaris. Minimum berapa nilai jual beli dalam perjanjian yang perlu dibuatkan akta notarisnya. Apa kekuatan hukumnya
Mohon bantuan dan pencerahannya.
Terima kasih

rgsmitra wrote:
To. Mr. Rifky,
Perjanjian jual-beli mobil, sebaiknya tidak usah dibuat dalam akta notaris dan tidak usah di-legalisir atau didaftarkan ke Notaris. Cukup dibuatkan perjanjian dibawah tangan di tandatangani oleh penjual dan pembeli, biar lebih sempurna ada 2 orang saksi, 1 dari si-pembeli dan 1 dari si-penjual. Apalagi jual beli itu tidak mencapai ratusan juta. Namun ada satu saran yg sering saya berikan opini kepada klien, jika mereka mengadakan suatu Transaksi, entah hutang piutang, kerjasama, investasi, apalagi jika diluar kota, dan terdapat besar kemungkinan terjadi wanprestasi, atau memiliki resiko besar terjadinya kegagalan membayar dari salah satu pihak [entah disebabkan oleh alasan apapun], dan nilainya > = Rp.100 juta, nah saya sarankan dibuatkan dalam sautu akta notaris, mutlak.
Walaupun saya tau dalam praktek hal ini sangat jarang dilaksanakan. Pendapat ini semata-mata untuk mencegah kerugian yg lebih besar bagi para pihak yg menyelenggarakan perjanjian.
Demikian, semoga membantu pertanyaan Mr. Rifky.
RGS.

Perjanjian Perkawinan Sebelum 19 Tahun

From: ytedianto
To: Notaris_Indonesia@yahoogroups.com
Sent: Friday, June 29, 2007 10:06 AM
Subject: Mohon tanya tentang perjanjian kawin


Rekan, boleh tidak perkawinan yang tidak di catatkan pada kantor catatan sipil s/d anak umur 19 tahun, kemudian baru di catat. Tapi sebelum di catat mereka akan melakukan perjanjian kawin. Terima kasih

RGS : mungkin fakta ini yang bisa disebut dengan rekayasa hukum. Jika suatu perjanjian perkawinan [mudah-mudahan maksudnya : perjanjian pemisahan harta bersama] dibuat, maka dalam perjanjian itu akan disebut kapan tanggal pastinya pernikahan akan dilangsungkan. Karena perjanjian perkawinan ini hanya boleh dibuat sebelum pernikahan dilangsungkan. Mengapa harus menunggu s.d. 19 tahun untuk dicatatkan perkawinannya? bukankah jika mereka [wanita dan pria] sudah dalam tingkat dewasa, maka menurut hukum diperkenankan menikah yah dilangsungkan saja. Nanti akan terjadi hal yang lucu, misalkan mereka menikah umur 16 tahun kemudian lahirlah seorang anak, dan pada umur 19 tahun baru mereka mencatatkan perkawinan, padahal anak sudah berumur 3 tahun... nah lo ga klop khan....
Mungkin para notaris juga akan menanyakan Kapan Tanggal Pernikahan Akan dilangsungkan ketika mereka akan membuat perjanjian perkawinan [baca perjanjian pemisahan harta bersama]... saya berpendapat, sebaiknya para Notaris juga setuju terhadap perjanjian pemisahan harta bersama dibuat tidak terlalu lama sebelum pernikahan dilangsungkan.

Ne Bis In Idem

Tanya Jawab Dari Milis pengacara@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, June 20, 2007 7:21 PM
Subject: [Advokat-Indonesia] Ne bis in idem

Kepada Rekan-Rekan Yth.
Apakah seseorang yang dibebaskan dalam Peradilan Pidana dapat menuntut haknya kembali dalam Peradilan Perdata dengan dasar Pencemaran Nama Baik? Apakah gugatan tersebut dapat dikategorikan sebagai ne bis in idem? Karena Pokok Perkaranya sudah pernah diperiksa di Pengadilan Pidana?
Terima Kasih

Mr. Slt.,
Seseorang yang dilaporkan sebagai Tersangka dan dibebaskan dalam putusan pengadilan pidana, sesungguhnya dia tidak bisa menuntut melalui gugatan perdata. Secara tegas, hal ini sudah diatur dalam UU Perlindungan Saksi & Korban yaitu Pasal 10
  1. Saksi, Korban, dan pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.
  2. Seorang Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
  3. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap Saksi, Korban, dan pelapor yang memberikan keterangan tidak dengan itikad baik.
Dalam praktek, seorang korban yang "merasa" hak-nya dirugikan karena adanya dugaan tindak pidana, telah melaporkan ke polisi, dan terlapor-pun sempat ditahan. Namun dalam proses persidangan pidana si-terdakwa dinyatakan bebas. Kemudian si-terdakwa yg bebas ini menggugat perdata kepada si-pelapor [yg menjadi tergugat], dan nyatanya gugatan ini ditolak oleh Majelis Hakim Perdata. Karena sesungguhnya untuk melaporkan suatu dugaan tindak pidana adalah Hak Asasi Manusia. Walaupun si-terlapor tidak terbukti bersalah [dia bebas karena putusan hakim pidana], maka perbuatan si-pelapor bukan merupakan perbuatan melawan hukum : lihat pasal 10 ayat 1 UU Perlindungan Saksi & Korban, dan didukung pula oleh beberapa yurisprudensi yang salah satunya Putusan MA Tgl. 30 Desember 1975 No.562 K/Sip/1973 => jika perlu kutipan bisa saya kirim via japri. Jadi tidak ada unsur kesalahan pencemaran nama baik, karena seseorang melaporkan pidana dengan putusan bebas terhadap si-tersangka/terdakwa. Upaya hukum yang bisa dilakukan bagi si-tersangka, adalah mengajukan permohonan pra-peradilan untuk menuntut rehabilitasi atau ganti rugi kepada penyidik kepolisian atau JPU. Tetapi yg perlu diketahui, bahwa suatu putusan rehabilitasi, biasanya sudah langsung tertera pada putusan yang membebaskan si-tersangka. Jadi tinggal menuntut ganti rugi saja.
Demikian, sekedar masukan.
Salam hormat.
Robaga : http://advokat-rgsmitra.com

Surat Perintah Penghentian Penyidikan & Penuntutan

TANYA :
Apakah dengan dikeluarkannya SKPP maka otomatis segala tuntutan bisa dinyatakan gugur / batal demi hukum ?

JAWAB :
SKPP bisa diartikan 2 jenis, yaitu Surat Keputusan Penghentian Penuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum atau Surat Keputusan Penghentian Penyidikan yang dikeluarkan oleh penyidik [Kepolisian]. Kedua jenis surat keputusan ini merupakan kewenangan dari masing-masing instansi. Namun tidak mengartikan bahwa segala tindak pidana yang dihentikan penyidikannya atau dihentikan penuntutannya dinyatakan gugur atau batal demi hukum. Karena apabila terhadap SKPP ini diajukan Pra-Peradilan oleh pihak Korban dan Pengadilan Memerintahkan Penyidik atau Penuntut melanjutkan penyidikan dan penuntutan, maka SKPP ini tidak berlaku atau perkara terus dilanjutkan hingga diperiksa dan diputus oleh Majelis Hakim di Pengadilan Negeri. Untuk detail bisa dipelajari dari dan dilihat dari ketentuan Hukum Acara Pidana UU No.8 Tahun 1981

Perbedaan Pemeriksaan di M.A. & Judex Factie

Tanya :
bagaimana mekanisme proses pengambilan keputusan hukum di Makamah Agung?. Kalau di pengadilan dibawahnya seperti Pengadilan Negeri atau Pengadilan tinggi ada proses beracara dimana ada di dalam suatu ruangan sidang, tapi bagaimana di Makamah Agung sendiri?

Jawab :
Perlu diketahui bahwa ada perbedaan fungsi peradilan tingkat pertama dan banding dengan fungsi peradilan tingkat kasasi Makamah Agung. Pada peradilan tingkat pertama dan banding itu mereka melakukan pemeriksaan terhadap fakta-fakta untuk menemukan bukti-bukti sebagai dasar putusannya, tetapi peradilan tingkat kasasi kebijakan MA dia hanya memeriksa penerapan hukum, apakah hukum yang diterapkan pengadilan sudah benar atau tidak. Karena itu menjadi tradisi pemeriksaan perkara tingkat kasasi tidak dilakukan dengan hearing dengan memanggil pihak-pihak kecuali dianggap itu sesuatu yang dianggap penting.

Pertanyaan yang diajukan oleh Hakim

T : Apakah bila hakim menanyakan hal-hal di luar koridor/batasan masalah kepada saksi penggugat, serta menekan/menyudutkan saksi, apakah pengacara penggugat bisa memotong & memprotes sikap hakim tersebut, atau bila perlu apakah penggugat juga bisa ikut memprotesnya?

J : Pasal 231. H.I.R. : Hakim harus memeriksa dengan cermat apakah pertanyaan-pertanyaan itu ada hubungannya dengan perkaranya ; ia harus mengesampingkan pertanyaan yang bersifat menjebak atau jika ada cukup alasan menolak mendengar para pihak.
(Rv. 230, 241, 267, 281; Sv. 84; IR. 269; RBg. 572.)