Apakah upaya KPK menangkap tersangka tindak pidana korupsi, dengan cara melakukan penyadapan / intersepsi, sudah benar dan sesuai ketentuan perundangan di Indonesia? Sesungguhnya, sebelum lahirnya uu-ite, kita sudah memiliki beberapa perangkat ketentuan yang mengatur tindakan intersepsi / penyadapan ini, antara lain :
- uu-15-2003 : Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pasal 27 Jo. pasal 31 [2] -> penyadapan hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri Untuk Jangka Waktu 1 tahun
- uu-22-1997 : Narkotika, Pasal 66 [2] Kepolisian Negara berwenang untuk menyadap melalui telpon atau alat komunikasi lain, untuk jangka waktu paling lama 30 hari
- uu-05-1997 : Psikotropika, pasal 55 + penjelasannya Jo. KUHAP : penyadapan pembicaraan melalui telpon dan/atau alat telekomunikasi elektronik lainnya, hanya dapat dilakukan atas Perintah Tertulis Kapolrdi atau Pejabat yang ditunjuk
- uu-31-1999 : Tindak Pidana Korupsi Pasal 30 : pada pasal penjelasan harus ada izin Ketua Pengadilan Negeri
- uu-20-2001 : Pemberantasan TindakPidana korupsi pasal 26.a
- uu-36-1999 : Telekomunikasi, pasal 42 [2]
- uu-25-2003 : Tindak Pidana PencucianUang
Ataukah berdasarkan ketentuan diatas tadi + UU-ITE, bisa menjadi langkah awal bagi tersangka-korupsi melalui advokat ataupun secara pribadi mengajukan gugatan pra-peradilan kepada kpk? silahkan mencoba, karena kita harus bersyukur jika hakim di PN setempat sudah memahami UU-ITE ini
Dalam UU-ITE diatur secara tegas larangan "intersepsi melawan hukum" [psl. 31] yang disertai ancaman hukuman penjara 10 tahun + denda 800Juta. Kalaupun ada pengecualian, terhadap tindakan itersepsi UU-ITE mensyaratkan harus memperhatikan KUHAP dan secara spesifik mensyaratkan lagi harus ada izin dari KPN [psl. 43 (2)]. Jadi jangan bosan kalau tidak ada yang menggugat pra-peradilan terhadap KPK, maka intersepsi-melawan-hukum ini akan terus terjadi, oleh aparat penegak hukum khususnya terhadap kpk.
Ataukah anda berpendapat lain?
Jangan bosen yah, baca dulu beberapa kutipan pasalnya,
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.
- Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan.
- Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang.
- Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
- Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
- Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.